Minggu, 08 Desember 2013

aktivis kampus berbicara Cinta



Aktivis kampus,

Orang-orang yang pekerjaan utamanya bukan hanya datang ke kampus, mengisi absensi kelas, menerima mata kuliah yang disajikan, selesai kuliah lantas pulang atau hangout entah kemana bersama orang-orang yang mereka sebut sebagai teman. 

Aktivis kampus,

Orang-orang yang pekerjaan utamanya bahkan datang ke kampus, mengisi absensi kelas, menerima mata kuliah, setelah itu pindah tempat ke kesekretariatan lembaga/oganisasi, bertukar pandangan mengenai mahasiswa, negara, politik, sosial, budaya, bahkan cinta. Begitu banyak rapat, begitu banyak diskusi. Orang-orang yang bahkan menjadikan kampus sebagai rumah pertama dan menjadikan rumahnya sendiri sebagai rumah kedua.

Aktivis kampus,

Orang-orang yang sangat betah berada di kampus bahkan hingga ralut malam walaupun hanya sekedar nongkrong bercengkrama ataupun karena ada kepentingan rapat sesama organisatoris kampus yang mendesak.

Aktivis kampus,

Orang-orang yang mungkin sangat jarang memikirkan sesuatu yang disebut “cinta”
Sedikit kutipan mengenai aktivis kampus, perkataan orang-orang luar yang memandang mereka juga dari luar. Mahasiswa yang tidak hanya disibukkan dengan urusan perkuliahan yang bahkan mengambil waktu tidak lebih dari seperempat dalam sehari. Banyak yang bertanya, masihkah seorang yang sesibuk itu memikirkan soal “cinta ?”.

Seperti kita…

cinta itu pahatan yang abadi[1]. Sebuah ungkapan yang begitu jelas mungkin untuk tidak meragukan sebuah cinta. Seseorang yang memiliki begitu banyak kegiatan, yang bahkan sedikit banyaknya harus mengorbankan seluruh urusan pribadi demi urusan orang-orang yang entah perduli dengan kita atau tidak.
Kita telah memilih jalan kita, kita telah memilih terjun kedalam kesibukan seorang organisatoris kampus yang menjadikan organisasi sebagai rumah pertama, dan menjadikan urusan cinta sebagai bagian yang berada di nomor kesekian. Banyak orang-orang yang bahkan bertanya-tanya masihkah kita dapat membagi waktu kita untuk sekedar bedua ?, membicarakan masalah hati tanpa mengikut sertakan embel-embel organisasi yang kita berdua miliki ? banyak yang bertanya seperti itu. Itulah keistimewaan yang kita miliki, keistimewaan hubungan kita, keistimewaan kisah kita.
Kita berada dalam satu universitas yang sama, satu fakultas yang sama, sama-sama terlibat dalam organisasi kampus, tapi kita memiliki latar belakang organisasi yang berbeda. ketika hubungan profesional dan pengertian yang tinggi harus kita utamakan dari pada sikap egois untuk menghabiskan waktu berdua walaupun hanya sekedar bercengkrama. Yaa, kita berada dalam lingkaran itu. Tapi dibalik kesibukan dan rasa pengertian yang luar biasa yang harus kita utamakan, entah mengapa hubungan yang mungkin bagi orang-orang sangat berat untuk dijalani. Namun, bagi kita itulah tantangan yang luar biasa indah. 

Ketika hari libur disaat orang-orang normal lainnya saling menghabiskan waktu berdua, lebih mengenal lagi, tapi kita mungkin harus merelakan waktu untuk urusan organisasi yang begitu menyita. Disaat orang-orang normal lainnya dapat menghabiskan waktu berbicara berjam-jam lamanya, kita mungkin haruslah bersabar sedikit karena rasa lelah yang begitu membunuh sehabis kegiatan organisasi. Disaat kita memiliki waktu berdua, bukanlah hal-hal lelucon atau bersifat pibadi yang kita bicarakan, bahakan hal-hal yang melibatkan masyarakat, negara, atau mahasiswa yang menjadi topik pembicaraan kita. Mungkin bagi orang-orang lain hal itu mendekati ketidak normalan.
Tapi itulah yang menjadi keistimewaan kita, bahkan entah mengapa hal ini bukanlah menjadi halangan bagi kita. Ketika waktu berdua harus kita korbankan karena berbagai kegiatan organisasi yang tidak ada habisnya, disaat itulah rindu harus kita nikmati. Disaat pertemuan kita hanya terjadi saat berpapasan di kampus, disaat itulah kita belajar menghargai indahnya kebersamaan. Disaat cerita-cerita indah harus tergantikan dengan keluhan lelah karena aktivitas yang begitu padat, disaat itulah kita menghargai indahnya perhatian sekecil apapun.

Kita sama-sama sibuk, kita sama-sama organisatoris, kita sama-sama berbicara tentang masyarakat, tapi ada cinta yang terselip dibalik itu semua. Karena cinta tidak meminta waktu dan ruang yang banyak dalam pikiran kita. Cinta telah memiliki waktu dan ruang tersendiri tanpa kita sediakan.



[1] Dikutip dari sebuah novel berjudul RELIF

1 komentar: