Sabtu, 28 Juli 2012

Ketika Korupsi Menjadi Tradisi


Korupsi, satu kata yang mungkin tidak asing lagi di telinga masyarakat Indonesia. Pada tanggal 17 oktober 2006 di situlah awal mula kasus tindak pidana korupsi mulai di usut, pada saat itu Kejaksaan Agung Republik Indonesia mulai menyebarluaskan data para pelaku tindak pidana korupsi yang telah mendapatkan kekuatan hukum tetap.
Kata  “korupsi” memang tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia, bahkan dapat di katakan telah mendarah daging, mengapa tidak setiap membuka acara berita pada siaran televisi pasti rata – rata memberitakan kasus – kasus korupsi yang terungkap atau yang masih dalam tahap pengusutan yang dilakukan oleh pejabat publik. Bagi masyarakat awam mungkin saja pengertian korupsi masih sebatas sutau tindakan yang dilakukan oleh para pejabat Negara di mana mereka mengambil uang yang seharusnya digunakan untuk kepentingan umum tetapi mereka menggunakannya untuk kepentingan pribadi. Pengertian korupsi secara harfiah adalah perilaku pejabat publik baik politikus/politisi maupun pegawai negeri yang secara tidak wajar atau tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya dengan menyalahgunakan kepercayaan publik yang diberikan mereka[1].
korupsi sebenarnya suatu perilaku seseorang ataupun sekelompok orang yang mendapat tanggungjawab publik dengan sengaja mengambil hak publik untuk menjadi milik sendiri ataupun milik suatu kelompok tertentu. Jadi, secara tidak langsung masyarakat awam sendiri sebagian besar tentunya telah mengenal apa yang dimaksud dengan korupsi itu, tetapi menurut penulis tidak harus seorang politikus/politisi atau pegawai negeri tapi semua orang yang mendapat tanggungjawab publik dan mengambil sesuatu yang bukan menjadi miliknya telah dapat di sebut koruptor[2].
Menurut hukum unsur – unsur suatu tindakan dapat dikatakan tindak pidana korupsi adalah : 

1.      Merupaka perbuatan melawan hukum
2.      Penyalahgunaan kewenangan, kesempatan atau sarana
3.      Memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi
4.      Merugika keuangan Negara atau kewenangan Negara

Unsur – unsur tersebut penulis berpendapat bahwa perilaku korupsi sendiri merupakan sebutan halus atau persamaan dari kata pencuri ataupu perampok, karena korupsi hanya ditunjukkan kepada orang – orang yang memiliki tanggung jawab publik yang sebagian besar bahkan seluruhnya memiliki pendidikan yang tinggi maka tidak terlalu pantas rasanya menggunakan kata pencuri untuk mereka. Oleh karena itu, digunakanlah kata “koruptor” meskipun sebenarnya kata pencuri ataupun koruptor memiliki arti yang sama yaitu seseorang atau sekelompok orang yang telah mengambil hak orang lain. Selain itu, menurut penulis pencuri hanya merugikan satu orang atau beberapa orang sedangkan koruptor telah merugikan seluruh rakyat Indonesia , jadi meskipun rata-rata koruptor memiliki tingkat pendidikan yang tinggi namun cara mereka berpikir sama saja dengan orang yang sama sekali tidak memiliki pendidikan.
Kalau saja Indonesia 70% dihuni dengan orang – orang yang seperti para koruptor yang terhormat tersebut, maka jangan pernah berharap Indonesia akan menjadi Negara yang kaya dan makmur, karena sekaya apapun Negara tersebut kalau para pemimpinnya tidak bermoral maka akan miskin juga penduduknya. Sebuah analogi bahwa sebah Negara yang baik akan tampak dengan tindak tanduk para pemimpinnya, namun ada suatu pendapat yang mengagetkan penulis yang menyatakan bahwa “ pantas – pantas saja kalau di Indonesia begitu banyak koruptor karena Indonesia adalah Negara yang kaya, kalau saja Indonesia adalah Negara yang miskin maka tidak aka nada koruptor di Indonesia “. Pendapat tersebut memang tepat bahkan sangat tepat, tapi yang menjadi pertanyaannya kini apa yang menunjukkan Indonesia adalah Negara yang kaya ? apakah dengan sumber daya yang melimpah tetapi dengan sebagian besar penduduknya yang miskin apakah masih pantas di sebut kalau Indonesia adalah Negara yang kaya ? suatu pertanyaa yang mungkin setiap orang memiliki pendapat sendiri untuk menjawabnya.
Prestasi Indonesia di mana dunia kini bahwa Indonesia telah menempati urutan ke-3 Negara terkorup di Dunia. Indonesia menempati peringkat pertaman Negara terkorup se-Asia Pasifik[3]. Sungguh prestasi yang “membanggakan” di smping prestasi bidang keilmuan Indonesia yang cukup di perhitungkan di mata dunia, Indonesia memiliki catatan hitam yang cukup memalukan. Tentu hal ini merupakan tekanan ataupun tamparan keras untuk bangsa Indonesia, mengapa tidak Indonesia adalah Negara yang dikenal memiliki penduduk yang mayoritas beragama Islam namun tindak tanduknya seperti Negara yang mayoritas penduduknya tidak beragama, bukankah di dalam Al-Qur’an sendiri bahwa mengambil hak orang lain merupakan salah satu dosa besar.
Prestasi yang menyedihkan itu seakan – akan hanya menjadi sampah public yang tidak penting bagi masyarakat khusunya pemerintah Indonesia sendiri, sepertinya korupsi di Indonesia telah menjadi budaya dari pemerintahan yang satu ke pemerintahan yang lain, dari masa pimpinan Negara yang satu kemasa pimpinan Negara yang lain, meskipun pemerintah sendiri telah merumuskan Undang – Undang Anti Tindak Pidna Korupsi tetap saja itu bukanlah penghalang bagi para pejabat publik yang ingin melakukan korupsi, bahkan undang – undang tersebut kini serasa hanya topeng usaha untuk menghilangkan budaya korupsi di Indonesia. Pemerintah sendiri seakan enggan menyelesaikan masalah pelik yang terjadi di Indonesia kini
Berbicara mengenai pemberantasan korupsi di Indonesia, sebenarnya menurut sejarah sejak orde lama hingga era reformasi kini pemerintah Indonesia telah membentuk lembaga – lembaga khusus yang menangani Tindak Pidana Korupsi, misalnya saja :
 Pada orde lama tercatat dua kali dibentuk badan pemberantasan korupsi.
1.      Dengan perangkat aturan Undang-Undang Keadaan Bahaya, lembaga ini disebut Panitia Retooling Aparatur Negara (Paran).
2.      Pada 1963, melalui Keputusan Presiden No. 275 Tahun 1963, pemerintah menunjuk lagi A.H. Nasution, yang saat itu menjabat sebagai Menteri Koordinator Pertahanan dan Keamanan/Kasab, dibantu oleh Wiryono Prodjodikusumo dengan lembaga baru yang lebih dikenal dengan Operasi Budhi. Kali ini dengan tugas yang lebih berat, yakni menyeret pelaku korupsi ke pengadilan dengan sasaran utama perusahaan-perusahaan negara serta lembaga-lembaga negara lainnya yang dianggap rawan praktek korupsi dan kolusi
Pada orde baru terdapat beberapa lembaga pemberantasan korupsi di antaranya :
1.      Tim Pemberantasan Korupsi (TPK)
2.      Komite Empat
3.      Operasi Tertib (Opstib)
 Era reformasi sendiri usaha pemberantasan korupsi dimulai oleh B.J. Habibie dengan mengeluarkan UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme berikut pembentukan berbagai komisi atau badan baru, seperti Komisi Pengawas Kekayaan Pejabat Negara (KPKPN), KPPU, atau Lembaga Ombudsman. Presiden berikutnya, Abdurrahman Wahid, membentuk Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK) melalui Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2000. Namun, di tengah semangat menggebu-gebu untuk memberantas korupsi dari anggota tim ini, melalui suatu judicial review Mahkamah Agung, TGPTPK akhirnya dibubarkan dengan logika membenturkannya ke UU Nomor 31 Tahun 1999. Nasib serupa tapi tak sama dialami oleh KPKPN, dengan dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi, tugas KPKPN melebur masuk ke dalam KPK, sehingga KPKPN sendiri hilang dan menguap. Artinya, KPK-lah lembaga pemberantasan korupsi yang kita kenal hingga saat ini.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan salah satu jawaban untuk masalah pemberantasan korupsi di Indonesia kini, tepatnya pada tanggal 16 desember 2003 terbentuklah Lembaga Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang di harapkan dapat memberikan sedikit demi sedikit cahay kemakmuran bagi bangsa Indonesia, Taufiequrachman Ruki adalah ketua KPK yang pertama dimana Taufiequrachman Ruki berharap melalui KPK dapat terciptanya Indonesia yang good and clean governance (pemerintahan baik dan bersih).
Isu ketidak bersihan KPK semakin lama semakin merebak, dikatakan bahwa KPK dalam menjalankan tugasnya sering tebang pilih dalam menindaklanjuti kasus korupsi selain itu banyaknya kasus yang membelit petinggi KPK misalnya saja Kontroversi Antasari Azhar yang terjerat kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen membuat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 4 Mei 2009  memberhentikannya, selain itu pada kasus Cicak dan Buaya yang sempat menyeret beberapa pejabat publik, melihat sepak terjang KPK pada saat itu beberapa pihak beranggapah bahwa KPK telah digembosi dari berbagai pihak dengan mulai menyudutkan KPK antara lain pernyatakan Ahmad Fauzi seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta agar KPK dibubarkan saja, Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta KPK agar libur saja dan tidak mengambil keputusan atau melakukan memproses penyelidikan korupsi sehubungan status salah satu ketuanya dalam hal ini Antasari Azhar, pada 24 Juni 2009, Susilo Bambang Yudhoyono ikut mengatakan bahwa KPK power must not go uncheck.
Menurut penulis sendiri, bagaimanapun berita yang seakan – akan menyudutkan KPK kini, sebaiknya masyarakat Indonesia tetap memberikan apresiasi terhadap sepak terjang KPK dari tahun 2003 hingga kini, bayangkan saja telah berapa banyak kasus korupsi yang dilakukan oleh orang – orang yang tidak bertanggungjawab yang berhasil di ungkap oleh KPK dan hal tersebut dapat diberi apresiasi yang tinggi, setidaknya Indonesia dapat menurunkan peringkat Negara terkorup tersebut ataupun harapan terbesar untuk Indonesia tentunya tidak ada lagi kasus korupsi di Indonesia, karena kasus korupsi ini sejujurnya telah menyita banyak perhatian dan tentunya masih banyak masalah lain yang harus kita perbaiki di Indonesia misalnya saja masalah kemiskinan, kelaparan dan lapangan kerja, masalah – masalah tersbut tentunya sama pentingnya dengan masalah korupsi ini.
Sebagi generasi penerus bangsa, bukan hanya KPK sebagai komisi resmi pemberantasan korupsi yang seharusnya memberantas korupsi di Indonesia tapi seluruh masyarakat Indonesia tentunya memiliki kewajiban yang sama untuk membersihkan Negara ini, mulai dari diri sendiri, keluarga hingga Indonesia, tidak ada yang tidak mungkin dan Indonesia dapat bersih dari korupsi.


[1] www.wikipedia.com
[2] Istilah bagi seseorang yang melakukan tindakan korupsi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar