Selasa, 29 Oktober 2013

10 KATA SEPENGGAL KALIMAT

Lilin ini Bodoh...
Membakar dirinya, menghabiskan tubuhnya, agar aku dapat tetap menulis. Menulis bukan kisahku sendiri, bukan juga kisahmu pribadi, bukan pula kisah mereka tapi kisah kita bedua.
Begitu rapuh benda dihadapanku ini, namun seolah-olah begitu berbahaya dan kuat mengobarkan api demi menerangi baris demi baris kisah ini. Begitu kokoh melindungi dirinya dengan cairan panas, tapi tanpa disadari, cairan itu bukti semakin pendek waktunya untuk tetap besinar.
Layaknya kisah kita, sekokoh api lilin nampaknya, sepanas cairannya, tetapi serapuh dan sesingkat waktunya untuk tetap becahaya. 

Hanya kisah singkat yang telah kita ukir, tapi begitu dramatis sepertinya. Begitu abstrak kisah kita mulai berawal, tapi kenapa berakhirnya begitu pasti. Berawal dari cerita-cerita masa depan, rencana-rencana membahagiakan yang kita rangkai menjadi mimpi-mimpi indah. Berawal dari rencana-rencana masa depan milik mu, berawal dari rencana-rencana masa depan milik ku, hingga menjadi rencana-rencana masa depan milik kita.

Begitu banyak rindu, begitu banyak kata "sabar", begitu banyak kata "maaf". Sering kau bekata "Kisah kita biarlah hanya kita yang mengerti karena kita tidak membutuhkan orang lain untuk berperan di dalamnya" sering kau berkata " cinta itu bukan hanya ungkapan tapi sebuah tingkah laku meskipun cinta itu adalah sebuah kesepakatan" sering kau berkata "diriku tak pelu lagi memberikan ungkapan pasti, seharusnya kau telah mengerti". Entah seharusnya ku artikan apa rangkaian kata yang sering kau ungkapkan itu, terlalu ambigu, terlalu abstrak, tapi menurutku cukuplah untuk menenagkan kegelisahan hati untuk sekejap.
 Hingga akhinya, saat itu tiba, saat yang sangat takut bahkan jika hanya terbayangkan. Ciri kemanusiaanku ikut memberontak untuk tak berlaku seolah-olah menjadi sosok benda mati yang tak membutuhkan perasaan. Bukan kepastian hubungan yang saat ini kita ukir yang ku pinta, tetapi kepastian hubungan masa depan kita yang begitu abstak dan butuh penerangan.

Sesuai dengan pertanyaan yang kulontarkan, kau menjawab dengan begitu cedas. Cahaya lampu jalan protokol dan kebisingan kendaraan yang menjadi saksi. Panjang lebar kita bercerita, tak ada kekhawatian, diriku masih nampak biasa saja, masih yakin akan kisah kita ini, hingga sepenggal kalimat telontar darimu. Kalimat itu singkat, hanya terdiri dari 10 kata. "Andaikan Saja Nantinya Aku Akan Menjalin Hubungan, Mungkin Aku Bersamanya."

Tak kusangka, kisah yang telah kita pancarkan akan runtuh hanya dengan 10 kata yang sungguh mampu membuatku terdiam. Dan pada saat itu, aku menyadari ternyata kisah ini bukanlah kisah kita, aku dan kamu. Tetapi cahaya yang terpancakan selama ini adalah kisahmu, ya kisahmu dengan dirinya. Aku hanyalah pemantik api yang membantu menyalakan sinar itu, selebihnya dirimu dan dirinyalah yang memerankan dan memiliki kisah. Saat itu pula, di tengah laju kendaraan itu kusadari kisah kita belum beakhir karena kisah kita tak pernah dimulai. Hanya kisahmu, kisahnya dan bukan kisahku.

Lilin itu kini telah habis
Dipenghujung jalan potokol kota
10 Kata Sepenggal kalimatlah yang telah memadamkannya

1 komentar: