Kamis, 31 Oktober 2013

Cerita Amplop Merah

Bersama kumandang Adzan Subuh, kau selipkan sebuah amplop merah dibalik embun Pagi, kau kirimkan melalui sinar fajar yang mengintip malu dibalik awan yang masih kelabu. Amplop merah, berisikan sepenggal kisah yang kau tulis begitu puitis sampai-sampai napasku tertahan dan otakku berputar hanya utuk memahaminya. 

" Maafkan semua kebodohanku, Maaf karena sudah menyusahkan dirimu dengan melibatkanmu dalam perjalanan hidupku yang sudah rusak dan penuh ketidak jelasan ini. Maaf atas semua ketiadaanku disaat kau butuh seseorang di samping mu. Maaf karena telah membiarkanmu seorang diri menghadapi semua perjalanan terjal di luar sana demi mempertahankan sesuatu yang tak pernah bisa kuberikan padamu. Maaf.

Mimpi itu tak pernah sedikitpun padam, untuk memperjuangkan senyumku, senyum mu, senyum kita. Tak pernah sekalipun mimpi itu hilang, sejak semula dekat, semuanya mungkin memang berat, tapi tak pernah terpikir sebagai sesuatu tak mungkin begiku. Bukan tak mungkin bagi titik terkecil dalam qalbuku yang penuh dengan idealisme. Semangat untuk memperjuangkan KITA selalu berkobar, berusaha meyakinkan diriku sendiri bahwa masa depan dengan senyum itu adalah HAK ku, sesuatu yang HARUS jadi milikku, milik kita. 

Hingga pada suatu titik kesadaran itu datang, hanya keputusan Tuhan mungkin yang dapat mengubah seluruhnya. Apakah Dia akan memilih aku, dia atau mereka yang lebih dahulu Dia rindukan ? tak mungkin aku berharap Dia memilih mereka, tak mungkin pula aku berharap gadis sebaik dia untuk menujunya karena Dia sangat mencintai dan sangat layak untuk dicintai yang tulus untuknya. Satu-satunya yang bisa kuharapkan adalah "ambil saja aku".

Satu hal yang mungkin perlu kau tahu Cinta, betapapun tak mengertinya aku akan beratnya kau menghadapi tahapan-tahapan dan pertanyaan-pertanyaan yang mendera batinmu, bukan berarti aku membiarkanmu menikmati itu sendirian, qalbuku pun sebenarnya tak berhenti berkecamuk, otak ku tak behenti berjungkir balik tiap kali memikirkan semua tentang kita dan bagaimana untuk membuat segalanya real. Ya, itu benar cinta.

Kini aku sadar, semuanya telah salah sejak awal, dan akulah penyebab kesalahannya. Sejak semula telah kita bagi cerita-cerita hidup kita, telah kita utarakan mimpi-mimpi kita kelak. Ya, mimpi-mimpi kita, bukan impian kita, yang pada akhirnya kita dipaksa untuk bangun dan menyadari bahwa segalanya bahkan ketika itu tampak begitu nyata sekalipun, hanya merupakan sebuah mimpi.

Secinta-cintanya aku melihat senyuman manismu dan mendengar tawa renyahmu, tak sampai hati ku menghapus senyuman ikhlas mereka, yang bahagia ketika anak yang mereka besarkan menuruti apa yang mereka inginkan. Biarlah kali ini senyum mereka dan senyumnya berkembang, cukuplah perih hati ini kita simpan. Kelak akan tiba pula masa kita untuk turut tersenyum bersama-sama mereka dan dia, itu pasti

Dan seandainya bisa memohon, jikalau memang yang kujalani dengan dirimu hanyalah sebuah mimpi, aku rela untuk tidur dan tak pernah bangun lagi demi menikmati mimpi itu denganmu.
Ya, hanya denganmu. 
Ya Tuhan ambil saja aku.

Untuk semua kisah kita,
Untuk semua luka yang kutinggalkan
Maafkan aku,Cinta. "

Amplop merah ini telah bercerita panjang lebar, cukup menyesakkan...
Sedikit pesan kutitipkan lewat pancaran cahaya fajar 

" Tak ada yang perlu disesali, tak ada yang perlu MATI demi kebahagiaan salah satunya. Demi Tuhan, andaikan dari awal diriku mengetahui dirinya masih begitu berarti, bahkan untuk mendekatpun diriku tak akan mau. Ini bukanlah penyesalan ataupun keluhanku. Tapi tenanglah.... Sudah ku katakan sejak awal padamu, biarlah aku yang menyikapi rasa sakit ini, tak perlu kau risaukan. Sudah terlalu banyak perasaan yang kau harus pusingkan, perasaan mereka, perasaan dirinya dan perasaan dirimu sendiri. Tak usah kau tambah bebanmu dengan memperdulikan apa yang ku rasakan. Hidup mu terlalu indah untuk dipusingkan hanya karena cerita kita yang begitu singkat. "


Penggalan Surat Seorang Sahabat
Yang beruntung telah sempat merasakan 
indahnya dilema karena cinta 
dan begitu menantangnya sakit karena cinta

Selasa, 29 Oktober 2013

10 KATA SEPENGGAL KALIMAT

Lilin ini Bodoh...
Membakar dirinya, menghabiskan tubuhnya, agar aku dapat tetap menulis. Menulis bukan kisahku sendiri, bukan juga kisahmu pribadi, bukan pula kisah mereka tapi kisah kita bedua.
Begitu rapuh benda dihadapanku ini, namun seolah-olah begitu berbahaya dan kuat mengobarkan api demi menerangi baris demi baris kisah ini. Begitu kokoh melindungi dirinya dengan cairan panas, tapi tanpa disadari, cairan itu bukti semakin pendek waktunya untuk tetap besinar.
Layaknya kisah kita, sekokoh api lilin nampaknya, sepanas cairannya, tetapi serapuh dan sesingkat waktunya untuk tetap becahaya. 

Hanya kisah singkat yang telah kita ukir, tapi begitu dramatis sepertinya. Begitu abstrak kisah kita mulai berawal, tapi kenapa berakhirnya begitu pasti. Berawal dari cerita-cerita masa depan, rencana-rencana membahagiakan yang kita rangkai menjadi mimpi-mimpi indah. Berawal dari rencana-rencana masa depan milik mu, berawal dari rencana-rencana masa depan milik ku, hingga menjadi rencana-rencana masa depan milik kita.

Begitu banyak rindu, begitu banyak kata "sabar", begitu banyak kata "maaf". Sering kau bekata "Kisah kita biarlah hanya kita yang mengerti karena kita tidak membutuhkan orang lain untuk berperan di dalamnya" sering kau berkata " cinta itu bukan hanya ungkapan tapi sebuah tingkah laku meskipun cinta itu adalah sebuah kesepakatan" sering kau berkata "diriku tak pelu lagi memberikan ungkapan pasti, seharusnya kau telah mengerti". Entah seharusnya ku artikan apa rangkaian kata yang sering kau ungkapkan itu, terlalu ambigu, terlalu abstrak, tapi menurutku cukuplah untuk menenagkan kegelisahan hati untuk sekejap.
 Hingga akhinya, saat itu tiba, saat yang sangat takut bahkan jika hanya terbayangkan. Ciri kemanusiaanku ikut memberontak untuk tak berlaku seolah-olah menjadi sosok benda mati yang tak membutuhkan perasaan. Bukan kepastian hubungan yang saat ini kita ukir yang ku pinta, tetapi kepastian hubungan masa depan kita yang begitu abstak dan butuh penerangan.

Sesuai dengan pertanyaan yang kulontarkan, kau menjawab dengan begitu cedas. Cahaya lampu jalan protokol dan kebisingan kendaraan yang menjadi saksi. Panjang lebar kita bercerita, tak ada kekhawatian, diriku masih nampak biasa saja, masih yakin akan kisah kita ini, hingga sepenggal kalimat telontar darimu. Kalimat itu singkat, hanya terdiri dari 10 kata. "Andaikan Saja Nantinya Aku Akan Menjalin Hubungan, Mungkin Aku Bersamanya."

Tak kusangka, kisah yang telah kita pancarkan akan runtuh hanya dengan 10 kata yang sungguh mampu membuatku terdiam. Dan pada saat itu, aku menyadari ternyata kisah ini bukanlah kisah kita, aku dan kamu. Tetapi cahaya yang terpancakan selama ini adalah kisahmu, ya kisahmu dengan dirinya. Aku hanyalah pemantik api yang membantu menyalakan sinar itu, selebihnya dirimu dan dirinyalah yang memerankan dan memiliki kisah. Saat itu pula, di tengah laju kendaraan itu kusadari kisah kita belum beakhir karena kisah kita tak pernah dimulai. Hanya kisahmu, kisahnya dan bukan kisahku.

Lilin itu kini telah habis
Dipenghujung jalan potokol kota
10 Kata Sepenggal kalimatlah yang telah memadamkannya

Ku Kirimkan Telepati Lewat Dinginnya Pagi

Kuliah pagi hari ini begitu dingin, Udara pagi begitu menusuk, mungkin karena dirimu......

Suasana kampus masih sunyi, terlihat kekosongan di labirin-labirin kelas yang sebentar lagi akan dipenuhi oleh langkah-langkah laki mahasiswa, yang entah sibuk kuliah atau sibuk mencari pertemanan kampus yang terkenal asik. Seperti biasa, hari ini Rabu yang berarti mata harus rela membuka lebih awal karena mata kuliah subuh (sebutan kebanyakan mahasiswa untuk mata kuliah pagi) yang sedikit merepotkan. 
Pagi ini, ruang kuliah nampaknya masih terkunci. Untuk memanjakan sejenak rasa malas, tubuh ini terpaksa kuselonjorkan sembarangan di salah satu kursi taman yang masih lembab terkena embun. Mata ini mulai menggeliat memeriksa setiap sudut kampus, satu dua orang terlihat mulai berdatangan, semua kukenali, tapi entah mengapa mulut ini seakan sangat malas untuk berucap bahkan hanya sekedar sapaan basa basi, hanya senyum singkat yang sempat kusodorkan pagi ini. Selangkah dua langkah, sosok itu tiba-tiba terbayang dari kejauhan, semakin dekat semakin jelas siapa yang melangkah cuek sepagi ini. Sudah rapih kelihatannya, kemeja biru dipadukan dengan jeans dan sneaker serta wangi parfum yang masih sangat kukenali tenyata telah cukup untuk mendendangkan lagu romantis di hatiku pagi ini.
Sangat kebetulan, tidak seperti biasanya dia datang sepagi ini kekampus, semoga Tuhan memang telah menakdirkan kami untuk bertemu, walau mungkin tak dia sadari ada mata yang dari tadi telah mengawasinya. Dingin, wajah datar, terlihat tidak perduli dengan keadaan sekitar. Itulah sikapnya yang entah mengapa membuatku seakan ingin berlari, memeluknya serta ingin berteriak "tak bisakah dirimu berhenti menganggapku tak ada ??? aku merindukanmu !!!"
sekilas diriku terseret keperistiwa beberapa bulan lalu, di saat dunia ini belum diam, di saat tawa itu masih mengalir, di saat senyum itu masih untukku, di saat  tangan itu masih menggenggam tanganku, di saat bahu itu masih menjadi tempatku bersandar, dan disaat ketidak jelasan ini masih menampakkan diri. 
Heii... tapi apa yang terjadi, sosok itu kini bahkan tak dapat lagi kusentuh, mata ini bahkan begitu takut walau hanya untuk memandangnya dari kejauhan, walau hanya untuk mengirimkan telepati kenangan indah yang tak dapat kulupakan.

Masih ingatkah kamu, disaat kita jalan berdua di kota dengan orang-orang yang sangat asing, tapi genggaman tanganmu dan belaian lembut di kepalaku cukup untuk membuatku merasa aman. 
Masih ingatkah kamu, saat kepalaku kusandarkan dibahumu seakan-akan waktu ingin kehentikan saat itu juga ???

Pagi ini, waktu dengan kejam menyeretku, dengan angin yang menghantar wangi aroma tubuhmu yang bergandengan hangat dengan kisah kita. Cukup dari jauh kuberani memandangmu, meski dengan wajahmu yang begitu dingin tapi cukup kenangan kita yang menghangatkannya. Setidaknya hanya sekedar mengingatkan mu bahwa dinginnya pagi terlalu menusuk semenjak tanganmu tak lagi menggandeng tanganku dan kepalaku tak dapat lagi kusandarkan dibahumu.

Selamat pagi kekasih...
Semoga telepatiku pagi ini tekirim sempurna untukmu. 


sedikit penggalan kisah kita beberapa waktu lalu, saat rindu itu masih kusimpan rapih.


Selasa, 08 Oktober 2013

09.10.2013

katanya "perempuan yang baik akan mendapatkan laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik akan mendapatkan perempuan yang baik". Ungkapan yang selalu di ungkapkan untuk menenangkan hati orang-orang yang sedang putus cinta, atau untuk orang-orang yang masih sabar menunggu cinta. 

Saya sadar, bahkan sangat sadar. Sudah terlalu banyak waktu yang telah saya habiskan, bahkan hanya untuk "Berpikir". Mungkin itu adalah alasan yang tak mudah untuk kau terima, bahkan bukan tak mudah lagi mungkin sudah tak dapat kau terima. Entah pembelaan apa lagi yang harus ku ungkapkan. Mungkin bagi dirimu kini diriku terlalu banyak pertimbangan, pemikiran, bahkan tindakan yang tak sesuai dengan keinginanmu. Sudah terlalu terlambat mungkin. Tak ada yang dapat ku bela dari diriku sendiri, ini kesalahanku tapi andaikan kau tahu apa yang sebenarnya terjadi.

 Siang ini sudut mataku tak henti mencari, mencari sosok yang hampir satu tahun ini berusaha untuk kuhapuskan tapi nyatanya itu GAGAL!!!. Dimana dia, entahlah. Selintas bayanganpun tak dapat kupastikan, dirimukah itu atau hanya bayangan pikiranku yang selalu memikirkan dirimu. Mataku telah menyapu setiap sudut dari tempat ini, tapi tetap saja nihil. Sosok dirimu tak dapat ku temui, entah lah apa yang terjadi kini.

telah hampir 3 kali matahari terbenam sejak hari itu. Ada satu kata pasti yang sebenarnya sangat menghawatirkan. Begitu egois mungkin, tapi jujur saja diriku tak sanggup mendengar kata tidak. Tapi setiap kali ke khawatiran itu datang setiap kali pula kesadaran akan ketidakpantasan itu datang. Seakan menghukum diri sendiri, Diriku seakan sangat tidak pantas untuk menempati hatimu. Begitu rumit sayang.

Seketika kembali ku tersadar bahwa sesungguhnya hakikat tertinggi dari mencintai adalah "melihat orang yang kita cintai itu bahagia". 

Masih menunggu, yah hanya menunggu.....