Jumat, 19 Oktober 2012

Keadilan Kolong Langit


tua renta pengemis nasib 
mata sayup kulit keriput
tak tersisa daging 
hanya kulit menutupi tulang 

hidup dibawah kolong langit
beratapkan jerami tua beralas tanah
penuh sampah tak terurus
begitu hina bagi sang ternama  

layaknya suatu kutukan turun temurun
betapa sial hidup ini 
pasrah oleh nasib 
hanya dapat menerima, air mata mengalir

inikah keadilan itu ?
adilkah ini ?
di belahan dunia lain
seorang ternama berdendang riang
berwajah cerah serba kecukupan 
menikmati kepuasan dunia tiada banding

inikah keadilan itu ?
dua jurang pemisah begitu nampak
hanya menerima nasib, seakan hidup adalah kutukan
kutukan kaya atau miskin
meskipun hidup adalah pilihan 

nyatanya inilah sebenarnya, keadilan sebuah ADIL
meskipun tidak menempatkan pada tempatnya
hidupnya, hidup dia , berbeda dengan hidupku
meski kami satu atap
klong langit yang sama

Sudut Mata Sang Penguasa


Di sudut dunia sana
di tempat kotor penuh belatung dan virus mematikan
seonggok daging bernyawa menggantungkan hidup
tak ada pilihan 
karena tak ada kesempatan untuk memilih

harga diri setara sampah
urat malu telah putus
apa daya demi menyambung nyawa
nyawa-ku, nyawa-nya, nyawa-dia, nyawa-mereka, nyawa-kami

tak ada pilihan bagi hidup
sang penguasa seakan menutup mata
bersembunyi dibalik kemewahan,pangkat,kedudukan
melupakan janji manis yang diumbar

mereka tidak meminta pangkat atau jabatan tuan
mereka hanya meminta pilihan hidup
kelayakan disebut manusia
manusia yang memiliki sejengkal derjat dan rasa malu

liriklah sedikit ujung dunia sana 
mungkin tak terpikirkan olehmu
tuan berdasi sang penguasa
engkau ada karena mereka ada
mereka ada agar engkau ada
tuan yang terhormat