Rabu, 22 Januari 2014

SUARA dan MALAM


Pukul 02.59 dini hari. Tubuhku telah terpaku sejak tadi di atas tempat tidur yang sebenarnya sangat nyaman ini. dirikupun telah tertidur dan melayang kealam mimpi sedari tadi. Sangat nyenyak menurut ku. Namun, cuaca yang sedikit kurang ajar ini sama sekali tidak mengerti  kondisi tubuhku yang sangat kelelahan. Hujan deras malam itu, kilat seakan marah dan melampiaskan kemarahannya diiringi dengan suara lebatnya hujan nyatanya cukup ampuh untuk membangunkanku dari tidur yang sangat kunikmati ini. Gelisah semakin terasa, disaat mata ini kupaksakan untuk kembali memjam dan jiwa ini kembali masuk kealam mimpi yang menenangkan itu. Sia-sia sepertinya, semakin kupaksakan semakin memberontak mata ini tak ingin terpejam. Akhirnya, dalam gelap ruangan kecil ini, dalam pemberontakan insomnia yang semakin merajalela, pikirankupun semakin berkelana entah kemana.
Semakin kukendalikan, pikiran insomnia ini semakin tak terkendali. Pikiranku kini terfokus pada peristiwa-peristiwa beberapa malam yang lalu. Peristiwa malam-malam yang tidak harus kulalui sendiri seperti ini, dalam kesunyian akibat insomnia ini. Malam-malam yang bukan hanya suara derasnya hujan yang terdengar, tapi malam-malam dimana ada suara menenangkan penghantar tidur yang bersedia bercerita apapun tentang hidup. Sekilas diriku merenung, berusaha menyingkirkan pikiran ini yang terus saja mengingat-ingat kisah itu, tapi nyatanya itu sia-sia, peristiwa itu semakin jelas tergambar bahkan semakin nyata dan tenyata diriku menikmati. Yaa menikmati mengenang malam-malam bersama suara menenangkan itu.
Suara itu, meskipun tidak setiap malam terdengar tapi nyatanya suara itu cukup untuk terkenang bahkan sangat sulit untuk terlupakan. Suara yang selalu bercerita tentang apapun itu, suara yang tidak pernah bosan didengarkan oleh telinga ini seberapa lamapun suara itu terdengar. Suara yang selalu kunantikan setiap malamnya dengan perasaan was-was. Yaa karena tidak ada waktu pasti kapan suara itu akan kudengarkan, tapi cukup untuk membuat senyumku tersungging riang disaat layar handphone menunjukkan bahwa malam ini suara itu akan menghiasi malamku dengan ceritanya yang panjang namun sangat menarik. Cerita-cerita yang mengalun itu, bahkan terasa sangat sulit untuk diakhiri, karena begitu sulitnya untuk mengakhiri cerita yang kita suarakan sampai-sampai suara itu  terkadang berganti menjadi helaan napas tertidur yang begitu tentram.
Yaa suara itu, malam-malam lalu. Hanya sebatas itu, kini ??? jangan kau tanyakan lagi, cukup suaramu saja yang dapat kukenang. Ini mungkin konsekuensi kisah kita yang lebih sering berkomunikasi hanya dengan mendengarkan suara masing-masing dan sangat jarang melihat raga pemilik suara. Tapi jangan khawatir, kenangan itu cukup menakjubkan, semakin mematenkan diriku malam ini untuk terkena insomnia diiringi dengan deretan suara yang terkenang pada malam-malam sebelumnya.
Kalau saja diriku masih diberikan kesempatan sekejap untuk mendengarkan kembali suaramu, tidak lama waktu yang kupinta. Tapi bisakah diriku bertanya “tidak rindukah dirimu untuk memperdengarkan suaramu kembali kepadaku ?” dan “tidak rindukah dirimu untuk memperdengarkanku pergantian antara suaramu dan helaan napasmu yang tertidur pulas kepadaku ?”
Dahulu,
Ragamu begitu jauh dariku, namun ada SUARAmu yang sangat dekat
Kini,
Ragamu begitu jauh dariku, dan SUARAmu semakin jauh tak terdengar olehku

Rabu, 01 Januari 2014

TAN MALAKA Catatan Sejarah yang Dihapuskan

Dalam buku "151 KONSPIASI DUNIA" (Afred Suci:2012). Salah satu kisah menceritakan tentang Pewarisan Kepresidenan Republik Indonesia yang sengaja dihapuskan dalam catatan sejarah Indonesia. 
TAN MALAKA, mungin nama tersebut sangat jarang kita dapati dalam catatan sejarah berdirinya Indonesia. Bersumber dari seorang penutur yang terpercaya, Dr.R.Soeharto seorang dokter pribadi Bung Karno, dikisahkan sebuah sejarah yang tak terungkup selama puluhan Tahun Kekuasaan Orde Baru.

Awal September 1945, persis pada malam takbiran, di rumah Dr.Soeharto Jl. Kramat Raya 128, Jakarta Pusat cerita itu bermula. Dilakukan sebuah rapat gelap antara Bung Karno dengan seorang misterius bernama Abdul Rajak, yang belakangan ini diketahui merupakan nama samaran Tan Malaka. Dalam rapat tersebut, Tan Malaka mengusulkan dirinya menjadi pengganti Dwitunggal pucuk kepemimpinan Indonesia apabila dalan suatu kondisi Bung Karno dan Hatta ditangkap atau dibunuh oleh penjajah. selanjutnya, rapat kedua dilakukan di rumah Mr.Soebarjo pada Oktober 1945. Rapat tersebut masih mengusung agenda yang sama mengenai pewarisan takhta RI. Namun, ada penambahan nama yang diusulkan. Hatta (yang memang memiliki hubungan yang tidak begitu baik dengan Tan Malaka) mengusulkan nama Sjahrir dan Wongsonegoro, Mr.Soebarjo mengusulkan nama Iwa Sumantri. Jadi, terpilihlah beberapa calon dan berdasarkan kesepakatan tersebut, sebenarnya Tan Malaka-lah yang menjadi Presiden RI kedua jika terjadi apa-apa kepada Dwitunggal.

" Jika saya tiada berdaya lagi, saya akan menyerahkan pimpinan revolusi  kepada seseorang yang telah mahir dalam gerakan revolusioner, Tan Malaka..." Ujar Soekatno saat itu.

Pada waktu Dwitunggal ditangkap (Soekano-Hatta), Tan Malaka mendeklarasikan dirinya sebagai pemimpin revolusi yang akan menjalankan testamen (suatu pernyataan dari orang yang masih hidup yang harus dilaksanakan pada waktu ia mati atau menghilang). Banyak sejarahwan menganggap Tan Malaka telah sesuai dan telah sah. Jika hal ini benar maka Presiden RI kedua adalah Tan Malaka bukan Letnan Jendral Soeharto yang kita ketahui saat ini. Akan tetapi, kesimpangsiuran informasi di medan pertempuran pada akhirnya membuat Tan Malaka dipandang sebagai pemberontak yang ingin mengambil kekuasaan secara paksa dengan memanfaatkan momentum ditangkapnya Dwitunggal. Gerakannya dianggap membahayakan revolusi. Perpecahanpun terjadi ditubuh TKR (Tentara Keamanan Rakyat) pimpinan Jendral Sudirman kala itu. Meskipun terjadi perdebatan sejarah mengenai dari siap komando untuk menghabisi Tan Malaka, akhirnya tentara RI menembak mati Tan Malaka di Kediri. 

Siapa TAN MALAKA ?

Akibat Rezim Orde Baru yang menyembunyikan rahasia sejarah mengenai Tan Malaka, saat ini masyarakat Indonesia tidak mengenal siapa sosok Tan Malaka. Namun, seorang asing berkebangsaan Belanda Dr. Harry A. Poeze mengungkapkannya ke publik. Barulah pada akhir - akhir ini kita mengetahui bahwa sesungguhnya seorang pewaris kepemimpinan Nasional pada masa revolusi dulu.
Tan Malaka lebih dahulu memperjuangkan revolusi dibandingkan dengan Soekarno-Hatta. Ia pula yang pertama kali memperkenalkan kata Naar de Repoeblik Indonesia (Menuju Republik Indonesia) pada 1925, jauh sebelum Hatta yang menulis Indonesia Vrije (Indonesia Merdeka) tahun 1928, dan Soekarno yang menulis Menuju Indonesia Merdeka tahun 1933. Bersama Jenderal Sudirman ia menolak Perundingan, ini pula yang menyebabkan mengapa ia berseberangan dengan Hatta-Sjahrir yang memilih jalan lunak kepada Belanda sehingga RI harus menanggung utang-utang negeri Belanda sebagai balasan pengakuan mereka terhadap kemerdekaan RI di Konferensi Meja Bundar (KMB). kemudian, Presiden Soekarno yang mengangkatnya sebagai pahlawan Nasional pada tahun 1963.

kehidupan saat ini adalah akibat dari perjalanan sejarah
jangan sampai kita melupakan sejarah...