Selasa, 28 Mei 2013

SPASI (1998) - FILOSOFI KOPI BY DEE

Seindah apapun huruf terukir, dapatkah ia bermakna apabila tak ada jeda ? 
Dapatkah ia dimengerti jika tak ada spasi ?
Bukankah kita baru bisa bergerak jika ada jarak ? Dan saling menyayang bila ada ruang ? 
Kasih sayang akan membawa dua orang semakin berdekatan, 
tapi ia tak ingin mencekik, jadi ulurlah talinya.

Napas akan melega dengan sepasang paru-paru yang tak berpisah. Darah mengalir deras dengan jantung yang tidak dipakai dua kali. Jiwa tidaklah dibelah. Tapi bersua dengan jiwa lain yang searah. Jadi, jangan lumpuhkan aku dengan mengatasnamakan kasiah sayang.

Mari berkelana dengan rapat tapi tak dibebat. 
Janganlah saling membendung apabila tak ingin tersandung.

PEGANG TANGANKU, TAPI JANGAN TERLALU ERAT, 
KARENA AKU INGIN ASEIRING, BUKAN DIGIRING. 

:) 

Senin, 27 Mei 2013

Human Trafficking, Woman Trafficking, and Sex Trafficking Di Era Globalisasi


Era globalisasi merupakan era modern dimana tidak ada lagi permasalahan jarak wilayah dalam suatu masa. Pada abad ke-21 ini, kita masuk ke dalam era globalisasi, di mana tidak ada batasan lagi antar negara di seluruh dunia. Saat ini, negara-negara di dunia telah terikat hubungan sehingga tercipta suatu ketergantungan, baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial dan budaya, dan masih banyak lagi aspek dalam kehidupan. Globalisasi menjadi hal yang membawa dampak dan pengaruh bagi negara, baik dampak positif maupun dampak negatif. Dari semua dampak negatif yang ditimbulkan oleh era globalisasi, terdapat satu dampak yang menjadi masalah serius di negara Indonesia. Salah satu dampak tersebut adalah terjadinya kasus perdagangan manusia. Kasus ini sudah tidak asing lagi. Banyak sekali berita yang beredar di media massa mengenai kasus perdagangan manusia. Tidak hanya negara berkembang saja yang memiliki kasus perdagangan manusia bahkan, pada negara-negara maju pun kasus seperti ini sangat sering ditemui.[1] Masalah ini merupakan masalah yang sangat sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Isu mengenai perdagangan manusia yang diangkat akan terus dibicarakan sepanjang waktu. Hal tersebut dikarenakan masalah mengenai perdagangan manusia sudah sangat mengakar dan membudaya dalam kehidupan sehari-hari.[2]
Persatuan Bangsa-bangsa (PBB) mendefenisikan human trafficking atau perdagangan manusia sebagai: Perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan, atau  penerimaan seseorang, dengan ancaman, atau penggunaan kekerasan, atau bentuk-bentuk  pemaksaan lain, penculikan, penipuan, kecurangan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisirentan, memberi atau menerima bayaran atau manfaat untuk memperoleh ijin dari orang yangmempunyai wewenang atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi. (Protokol PBB tahun 2000 untuk Mencegah, Menanggulangi dan Menghukum Trafficking terhadap Manusia, khususnya perempuan dan anak-anak; Suplemen Konvensi PBB mengenai Kejahatan Lintas Batas Negara).  Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO) definisi perdagangan orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang denganancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran ataumanfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang laintersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar-negara, untuk tujuan eksploitasiatau mengakibatkan orang tereksploitasi.
 Dasar dibentuknya undang-undang PTPPO adalah Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women (CEDAW), yang diadopsi melalui Undang-Undang Nomor  7 tahun 1984 tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan. Selain CEDAW, Undang-Undang Nomor 23 tentang Perlindungan Anak juga menjadi dasar terbentuknya Undang-Undang PTPPO serta sejumlah produk  hukum lainnya yang signifikan. Dari kedua definisi tentang human trafficking di atas memberikan gambaran kepada kita tentang tindak pidana yang melanggar hak asasi manusia tersebut.  Sehingga kita dapat melakukan upaya-upaya untuk mengeliminasi adanya korban perdagangan manusia. Karena meskipun human trafficking bukan fenomena yang baru, dalam kenyataannya sampai saat ini perdagangan manusia tersebut belum mendapatkan perhatian yang maksimal dari pihak-pihak terkait. Maka tak mengherankan jika korban trafficking terus saja berjatuhan bahkan bisa sajaakan bertambah.
Perdagangan manusia menjadi salah satu tema yang patut dibicarakan. Sikap dari berbagai macam kalangan yang beragam dalam menghadapi masalah perdagangan manusia. Serta adanya pro dan kontra yang datang dari semua kalangan dalam masyarakat Indonesia membuat permasalahan ini harus diluruskan. Perdagangan manusia membawa dampak buruk bagi semua kalangan masyarakat. Misalnya saja dalam pandangan Barat, menurut Rahbar, memandang perempuan sebagai ‘pihak yang dimanfaatkan' dan laki-laki sebagai ‘pihak yang memanfaatkan'.  Rahbar menyebutkan bahwa salah satu akibat dari pandangan yang salah ini,  hari ini human trafficking (perdagangan manusia), yang di dalamnya meliputi perdagangan kaum perempuan, merupakan industri yang paling cepat pertumbuhannya di dunia.[3]

Sejarah Indonesia menunjukan bahwa feodalisme dan penjajahan menyuburkan praktik-praktik komersialisasi seks atas perempuan untuk memenuhi nafsu lelaki (Hull, Setyaningsih dan Jones, 1997).[4] Dalam era kemerdekaan bangsa Indonesia menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia, masalah perbudakan atau penghambaan tidak ditolerir.  Perdagangan manusia adalah suatu aktivitas perdagangan atau pertukaran yang melibatkan manusia sebagai objeknya. Kegiatan perdagangan manusia ini belakangan marak terjadi terutama di Indonesia dengan remaja wanita dan anak-anak sebagai sasaran utama. Perdagangan manusia dapat terjadi karena beberapa faktor utama, yaitu kemiskinan, kebodohan, dan kekurangan informasi.[5] Oleh karena faktor-faktor tersebut, perdagangan manusia dapat dengan mudah dilakukan di Indonesia. Modus yang biasa digunakan di kegiatan perdagangan manusia umumnya adalah dengan iming-iming pekerjaan berhonor tinggi di kota besar atau luar negeri.
Umumnya sasaran yang dituju oleh pelaku perdagangan manusia adalah masyarakat menengah kebawah di daerah terpencil. Karena dihimpit oleh kondisi kemiskinan dan kekurangan, mereka mudah dirayu untuk kemudian diperdagangkan. Korban-korban perdagangan tersebut kemudian diarahkan untuk menjadi pelayan bar atau objek prostitusi. Mereka ditahan oleh pelaku perdagangan tanpa diberi harapan untuk kembali ke tempat asal. Pihak-pihak yang melakukan kegiatan ini biasanya terikat suatu jaringan perdagangan manusia internasional yang terhubung dengan pihak-pihak lainnya di luar negeri. Untuk mengatasi kegiatan perdagangan manusia, dapat dilakukan beberapa hal. Seperti diketatkannya imigrasi antar negara, baik melalui darat laut ataupun udara. Pihak kepolisian juga mulai melacak satu persatu jaringan pedagang manusia untuk memberantas secara keseluruhan.
Situs ‘Not For Sale' (sebuah jaringan global yang aktif menyerukan dihentikannya perdagangan manusia)[6] menyebutkan bahwa perdagangan perempuan dengan tujuan seks (sex trafficking) memang sering berkedok sedang menjalankan usaha pelacuran. "Karena para pedagang seks itu berkedok pelacuran, publik tidak merasa marah," demikian tulis situs itu. Padahal kenyataannya, kebanyakan perempuan yang diperdagangkan itu adalah gadis-gadis muda (antara 12-17 tahun). Sungguh sulit diterima, tuduhan bahwa mereka  sendiri yang ‘memilih' untuk melacur; apalagi melacur dalam kondisi yang sangat berat (disiksa, disekap dll). Situs ini menganalisis bahwa sex trafficking merupakan salah satu dampak buruk globalisasi. Globalisasi telah membuat manusia dengan mudah melakukan bisnis trans-nasional, melewati batas-batas negara. Kecanggihan alat komunikasi dan jaringan perbankan, membuat para pelaku sex traffickingdengan mudah bertransaksi satu sama lain, meskipun tinggal di jarak yang sangat berjauhan. Perempuan-perempuan muda dari Asia atau Eropa Timur, dengan ‘mudah' diekspor ke berbagai negara di dunia. Pusat-pusat pelacuran dari berbagai penjuru dunia, dengan mudah mendapat suplai gadis-gadis dari negara manapun yang diinginkan, hanya dengan mengangkat telepon. Situs "Not For Sale" mencatat, dewasa ini ada lebih 30 juta manusia yang dijadikan budak di seluruh dunia (bekerja di berbagai sektor, termasuk bisnis seks).

Jika dilihat dari sudut pandang Hukum Ketenagakerjaan, timbulnya peristiwa ini manandakan masih adanya celah dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan[7], sehingga tidak mampu mendukung pencegahan kejahatan perdagangan tenaga kerja. Meskipun secara normatif, perlindungan terhadap tenaga kerja perempuan dipayungi oleh Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, di mana dalam rumusannya secara khusus mengatur tentang pekerja perempuan. Selain itu khusus dalam Undang-Undang Nomor 39 tahun 2004 tentang PPTKI diperuntukkkan bagi pekerja/buruh migran (TKI yang bekerja di luar negeri). Tetapi dalam kenyataannya perdagangan wanita di Indonesia dinilai sudah sangat memprihatinkan. Indonesia digolongkan sebagai negara dalam standar tiga, yang artinya negara ini dinilai tidak serius menangani perdagangan wanita “Agusmidah menambahkan, Indonesia dalam peringkat tersebut dikategorikan sebagai negara yang memiliki korban dalam jumlah yang besar dan pemerintah belum sepenuhnya menerapkan standar minimum, serta belum melakukan usaha yang berarti dalam memenuhi pencegahan dan penanggulangan trafficking. (sriwijaya pos, tahun 2006,hal 14) Bahkan Indonesia juga tidak memiliki data yang memadai tentang wanita.[8] Ketidak seriusan pemerintah dalam menangani perdagangan wanita diperkuat denga pernyataan dari Meneg Pem-berdayaan Perempuan, Sri Redjeki Sumarjoto bahwa “Indonesia belum memiliki data yang pasti tentang berapa jumlah wanita yang diperdagangkan (sriwijaya pos, tahun 2006,hal 14),[9] Berdasarkan statistik yang ada, wanita Indonesia banyak yang diperdagangkan di Malaysia dan Singapura dan sebagian besar dari mereka berasal dari daerah Indramayu dan Sukabumi. Di Indonesia ada sekitar 34,2% wanita yang menikah di bawah usia 18 tahun”. Terbukti dengan disampaikanya pernyataan dari “Meneg Pem-berdayaan Perempuan,[10] Sri Redjeki Sumarjoto, juga mengakui bahwa Indonesia belum memiliki undang-undang yang mengatur tentang perdagangan wanita. Sedangkan saat ini hanya berdasarkan Pasal 297 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang sejauh ini belum dapat dipakai sebagai acuan dalam menyelesaikan masalah tersebut.
Dampak human trafficking yang terjadi adalah adalah dampak ekonomi sosial dan politik. Dapat di ringkas bahwa perdagangan manusia memiliki dampak yang sangat besar bagi berbagai bidang yaitu:
  1. Perdagangan Manusia adalah Pelanggaran Hak Asasi Manusia
  2. Perdagangan Manusia mendanai Kejahatan Terorganisir
  3. Perdagangan manusia menghilangkan Sumber Daya Manusia Banyak Negara.
  4. Perdagangan Manusia merusak Kesehatan Masyarakat.
  5. Perdagangan manusia menumbangkan wibawa pemerintah
  6. Perdagangan Manusia Memakan Biaya Ekonomi Yang Sangat besar.
Pemerintahan Indonesia sudah mengeluarkan undang-undang perlindungan bagi migrant worker seperti yang tertuang dalam Undang-Undang (UU) No 39 tahun 2004 tentang penempatan dan perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (PPTKILN), begitupulakebijakan negara tujuan yang sangat longgar hal ini terbukti dalam perjanjian Sosek Malindo pada tahun 1967 yang disepakati antar pemerintah Indonesia dan Malaysia memberi kelonggaran perdagangan antar masyarakat perbatasan. hal inilah yang akhirnya dimanfaatkan oknum tertentuuntuk tindak kejahatan lintas negara salah satunya adalah human trafficking .
Adapun langkah-langkah yang telah dilakukan dalam menangani masalah humantrafficking adalah sebagai berikut :[11]
  1. Meningkatkan kerjasama dalam penyidikan/penegakan hukum secara konsistensesuai aturan hukum positif masing ± masing negara.
  2. Mengungkap sindikat jaringan perdagangan wanita dari Indonesia keMalaysia/Fasilitasi.
  3. Saling tukar menukar data dan informasi.
  4. Telah ditandatanganinya MLA in Criminal Matters oleh Menteri Kehakimannegara Asean. Tanggal 29 November 2004.
  5. Adanya Joint Communique antara Kepala Polisi Asean tanggal 19 Juni 2005tentang penegakan hukum terhadap kasus Trafficking in Persons.
  6. Telah ditandatanganinya MoU antara Pemerintah RI yang diwakili olehDepartemen Luar Negeri dengan International Organization for Migration (IOM)dalam rangka penanganan repatriasi para korban human trafficking di luar negeri.
Dalam usaha yang telah dilakukan oleh masing-masing instansi, masih ada beberapa kendala dan hambatan yang dihadapi dalam menyelesaikan masalah human trafficking tersebut,diantaranya :
  1. Sindikat melihat peluang dan kelemahan yang ada
  2. Kekurangtahuan masyarakat / wanita Indonesia bekerja di luar negeri
  3. Penerapan hukum kurang tepat / hukuman yang terlalu ringan terhadap pelaku.
  4. Adanya kebijakan Pemerintah Malaysia secara sepihak bahwa TKI dapat menggunakan visa pelancong untuk kemudian diurus permit kerjanya diMalaysia
  5. Sulitnya memantau para pekerja yang didatangkan dengan menggunakan visa pelancong.
  6. Pada saat diselamatkan/ meminta perlindungan KBRI para TKI tersebut padaumumnya tidak dapat menyebutkan nama dan alamat Agensi Pekerja yangmengirimnya.


[2] Ibid.
[5] Ibid.
[6] Ibid.
[7] Lihat Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
[9] Ibid.
[10] Ibid.
[11] Ibid.

Sabtu, 25 Mei 2013

Bisikan kecil

Terlalu rumit..........
Sikap acuh tak acuh kadang menjebak
Apakah tak memikirkan sama sekali 
ataukah sudah terlalu muak dengan pemikiran sesak
Pernahkah kau bertanya apa yang kurasakan saat itu
Tak ada satupun yang tahu, bahkan dirimu tidak 
Karena tak satupun kuberi tahu

Akan semakin rumit........
Waktu tertawa mengejek
Betapa bodohnya pikiran ini
Entah apa yang terjadi...

Pernahkah kau berpikir bagaimana aku berpegang
Disaat diri telah oleng dengan situasi
Disaat dunia seakan tak mau tahu
Tanpa memberi waktu
Keputusan menuntut adil

Pernahkah kau berpikir atau membayangkan mungkin
Bagaimana posisiku kini ? 
Senangkah ? Sedihkah ? Bahagiakah ? Ataukah biasa saja ?
Sikap acuh menjadi pilihan
Mencundangi dunia yang semakin angkuh
Membohongi waktu yang tak tahu malu

Cukup aku, Tuhan, dan waktu yang tahu
Tak usah kau pikirkan
Hidup sudah terlalu naif, tak butuh keluhan 
Tapi butuh perjuanga

Jumat, 03 Mei 2013

Coretan kecil dipenghujung malam

Banyak yang berkata HIDUP ITU PILIHAN,
Tapi apakah kita memilih untuk tetap hidup ?
Atau kita hidup untuk memilih ?
Ataukah hidup dan pilihan itu berjalan beriringan ?!!

Namun, apa yang dimaksud dengan memilih ?
Haruskah pilihan itu hanya ada satu ?
Ataukah bisa keduanya ?
Haruskah ada yang dikorbankan ?
Ataukah bukan dikorbankan, tapi itulah kebahagiaan sesungguhnya .

Apakah pilihan itu subjektif ?
Ataukah  bersifat universal ?
Memilih untuk tidak memilih adalah suatu pilihan
Memilih untuk memilih adalah hidup yang sebenarnya

Lalu bagaimana hubungan pilihan dengan keadilan ?
Bagaimana pilihan melogikakan perasaan ? Suatu alam wahmi yang tak bermateri
Bagaimana keadilan dapat berperan dalam membangun suatu pilihan perasaan
Semua akan bermuara pada pilihan hidup

Menuju kesempurnaan
Atau menjahui kesempurnaan
HIDUP ITU PILIHAN
PILIHAN UNTUK HIDUP
HIDUP DENGAN MEMILIH