Selasa, 31 Maret 2015

Awal Cinta dari Sebutir Apel

WAKTU ITU ...
aku baru saja memasuki hari-hari sebagai mahasiswa baru. Semuanya terasa sempurna, teman baru yang menyenangkan dan suasana yang penuh tantangan, hingga penyakit tifus datang menyapaku. Aku terbaring di rumah sakit hampir sebulan lamanya. 
Teman-temanku bergantian menengok dan memberiku dukungan, tidak sedikit pula yang berusaha menarik perhatianku dengan membawa serangkaian bunga atau kembang gula. Tapi ada seorang pria pendiam yang membuatku penasaran, dia mengaku salah seorang dari teman sekelasku. Meski aku merasa pernah melihat wajahnya, aku tidak ingat dia berada di kelas ku.
Adrien, nama pria itu. Ia selalu membawakanku sebutir apel setiap hari, hanya sebuah Apel. Dia mengunjungiku dari hari pertama aku dirawat sampai akhirnya aku sembuh dan diizinkan pulang. Meski heran. aku mencoba menahan diri untuk bertanya mengapa dia hanya membawakanku sebutir apel setiap hari, bukan sebuket bunga, setidaknya sekeranjang apel, atau tidak sama sekali, itu tentu tidak akan lebih aneh dari pada sebutir apel. 
Saat aku kembali ke kampus, yang pertama kucari adalah Adrien. Aku selalu penasaran apakah dia benar teman sekelasku ?. Ternyata dia memang ada di sana, duduk di kursi paling pojok dan seharian hanya tidur di kelas. Aku tak menyapanya dan melakukan kegiatan belajarku seperti biasanya.Tapi saat pulang, aku kembali menemukan sebutir apel di lokerku.
Keesokan harinya aku membangunkan tidurnya dan mengajaknya makan siang bersama. Kali ini aku tidak bisa menahan keingintahuanku tentang sebutir apel yang selalu diberikannya kepadaku.
Aku begitu terkejut ketika mendengar awal kisah sebutir apel itu ternyata dimulai oleh diriku sendiri. Saat itu masa orientasi mahasiswa baru. Menurut Adrien, ia lupa membawa bekal karena terlambat bangun. Lalu seorang wanita bertubuh pendek, yaitu aku, menawarkan sebutir apel karena melihatnya tidak membawa bekal makan siang. 
Ia bilang hatinya merasa tersentuh karena wanita itu tidak menanyakan alasannya tidak membawa bekal, meski mungkin lebih karena wanita itu tidak perduli padanya. Tetapi unuk pertama kalinya bagi Adrien, seorang yang tidak peduli padanya justru menyelamatkannya pada hari itu.
Saat itu ia nyaris pingsan karena lapar dan tidak tahu harus meminta tolong kepada siapa karena tidak ada orang yang dikenalnya. Sejak saat itu, ia mengaku sangat menyukai buah apel. Sebutir apel yang ia berikan setiap hai merupakan balasan kebaikanku dulu. 
Ia mengandaikan buah apel sepotong cinta, ia berikan sebutir setiap hari dan akan selalu sama. Meski mungkin dia tidak menawarkan cinta yang berlebihan dengan sebuket mawar atau sekotak kembang gula, hanya sebutir apel sederhana, tapi baginya cintanya padaku tidak akan pernah berubah. Dia tidak mencoba menarik perhatianku dengan sesuatu yang wah, tapi hanya menawarkan sepotong cinta yang setia, cinta yang sederhana. 
Aku mungkin tidak begitu percaya seorang Adrien yang antisosial bisa berpikir tentang cinta seperti sebuah apel, tetapi dalam kenyataan hidup hal itu memang terjadi. Kebaikan yang kita sadari bisa menggugah perasaan seseorang sampai ia rela memberikan cintanya dengan tulus.
Jadi, buat kamu yang belum menemukan cinta, mungkin di suatu tempat kebaikan yang tidak kamu sadari bisa membuat orang jatuh cinta. Kamu tidak perlu menarik perhatian dengan memberikan segala macam barang karena cinta itu adalah hal yang sederhana, tawarkan cinta seperti apa adanya, meski itu hanya sepotong saja.

 
Sumber : (Bukan Untuk Dibaca -The Most Inspiring Story- by : Deassy M. Destiani)